Selasa, 29 November 2011

Etika Profesi Akuntansi

Afia Pratama Ziliwu
20208049
4 EB 13


Kompetensi

-Mempertahankan tingkat yang sesuai kompetensi profesional oleh pembangunan berkelanjutan pengetahuan dan keterampilan.
Lakukan tugas profesional mereka sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis.
-Siapkan laporan lengkap dan jelas dan rekomendasi setelah analisis yang tepat informasi yang relevan dan dapat diandalkan.

Kerahasiaan

-Menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan mereka kecuali bila diizinkan, kecuali hukum wajib untuk melakukannya.
Menginformasikan sub-koordinat yang sesuai mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam pekerjaan mereka dan memantau kegiatan mereka untuk menjamin pemeliharaan kerahasiaan itu.
-Menahan diri dari menggunakan atau muncul untuk menggunakan informasi rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan mereka untuk keuntungan tidak etis atau ilegal baik secara pribadi atau melalui pihak ketiga.

Integritas

-Hindari konflik aktual atau kepentingan dan menyarankan semua pihak yang tepat dari setiap potensi konflik.

-Menahan diri dari terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan mereka untuk menjalankan tugasnya secara etis.

-Menolak hadiah, bantuan, atau perhotelan yang akan mempengaruhi atau akan muncul untuk mempengaruhi tindakan mereka.

-Menahan diri dari baik secara aktif maupun pasif menumbangkan pencapaian tujuan organisasi yang sah dan etis.

-Kenali dan berkomunikasi keterbatasan profesional atau kendala lain yang akan menghalangi penilaian bertanggung jawab atau kinerja yang sukses dari suatu kegiatan.

-Komunikasikan menguntungkan serta informasi yang menguntungkan dan profesional penilaian atau pendapat.

-Menahan diri dari terlibat dalam atau mendukung kegiatan yang akan mendiskreditkan profesi.

Objektivitas

-Mengkomunikasikan informasi secara adil dan obyektif.

-Mengungkapkan penuh semua informasi relevan yang dapat diharapkan untuk mempengaruhi pengguna dimaksudkan pemahaman, komentar laporan dan rekomendasi yang disampaikan.



* Whistle Blowing
adalah tindakan seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan internal atau eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis yang terjadi di lingkungan kerja.

Hal ini merupakan isu yang penting dan dapat berdampak buruk, baik kepada individu tersebut maupun organisasi yang dilaporkan (Vinten, 1994). Menurut Vardi dan Wiener (1996), tindakan ini termasuk tindakan menyimpang karena menyalahi aturan inti pekerjaan dalam perusahaan yang harus dipatuhi oleh semua pekerja. Sedangkan menurut Moberg (1997) tindakan ini dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap perusahaan.

Whistle Blowing dalam perusahaan (misalnya atasan) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang tipe O jika termotivasi oleh identifikasi perasaan yang kuat terhadap nilai dan misi yang dimiliki perusahaan, dengan kepedulian terhadap kesuksesan perusahaan itu sendiri. Sedangkan tindakan whistle blowing yang bersifat ”pembalasan dendam” dikategorikan sebagai perilaku menyimpang tipe D karena ada usaha untuk menyebabkan suatu bahaya. Sementara itu, beberapa peneliti menganggap whistle blowing sebagai suatu bentuk tindakan kewarganegaraan yang baik (Dworkin & Nera, 1997), harus didorong dan bahkan dianugerahi penghargaan. Namun, whistle blowing biasanya dipandang sebagai perilaku menyimpang. Para atasan menganggapnya sebagai tindakan yang merusak yang kadang berupa langkah pembalasan dendam yang nyata (Near & Miceli, 1986). Para atasan berpendapat bahwa pada saat tindakan yang tidak etis terungkap, maka mereka harus berhadapan dengan pihak intern mereka sendiri. Penelitian Near & Miceli mengungkapkan bahwa whistle blower lebih memilih melakukan aksi balas dendam apabila mereka tidak mendapat dukungan yang mereka inginkan dari atasannya, insiden yang terjadi tergolong serius, dan menggunakan sarana eksternal untuk melaporkan kesalahan yang ada.

Kita dapat mengidentifikasi pola tingkatan dari OMB, yaitu sebuah tindakan tidak pantas yang dilakukan di dalam organisasi/perusahaan dan anggota dalam perusahaan memutuskan untuk menentang norma loyalitas kepada perusahaan dan mengungkapkan tindakan tidak pantas tadi kepada pihak luar. Dampaknya, organisasi/perusahaan akan melakukan tindakan menyimpang lebih jauh dengan mengambil aksi balas dendam kepada whistle blower tadi.

Perilaku whistle blowing berkembang atas beberapa alasan. Pertama, pergerakan dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan, keahlian, dan kepedualian sosial dari para pekerja. Kedua, keadaan ekonomi sekarang telah memberi informasi yang intensif dan menjadi penggerak informasi. Ketiga, akses informasi dan kemudahan berpublikasi menuntun whistle blowing sebagai fenomena yang tidak bisa dicegah atas pergeseran perekonomian ini (Rothschild & Miethe, 1999).

Tidaklah mudah untuk memastikan terjadinya whistle blowing. Rothschild & Miethe (1999) mendapatkan informasi yang menarik tentang hal ini. Dengan menngunakan sampel pekerja dewasa di US, ditemukan bahwa 37% dari mereka menemukan tindakan menyimpang di dalam lingkungan kerja mereka dan 62% dari porsi ini melakukan tindakan whistle blowing. Namun hanya 16% yang melaporkan ke pihak eksternal, sisanya hanya melapor kepada pihak internal yang memiliki kuasa lebih tinggi.

Miceli & Nera (1997) memandang whistle blowing sebagai antisocial OB. Antisocial OB adalah tindakan intens yang bersifat membahayakan yang dilakukan anggota organisasi terhadap individu, kelompok, atau organisasi. Untuk perilaku whistle blowing yang diklasifikasikan kedalam golongan ini harus dipastikan tingkat bahaya yang dihasilkan. Perilaku ini sejalan dengan OMB tipe D, yang juga dianggap sebagai aksi balas dendam.

De George (1986) menetapkan tiga kriteria atas whistle blowing yang adil. Pertama organisasi yang dapat menyebabkan bahaya kepada para pekerjanya atau kepada kepentingan publik yang luas. Kedua, kesalahan harus dilaporkan pertama kali kepada pihak internal yang memiliki kekuasaan lebih tinggi, dan ketiga, apabila penyimpangan telah dilaporkan kepada pihak internal yang berwenang namun tidak mendapat hasil, dan bahkan penyimpangan terus berjalan, maka pelaporan penyimpangan kepada pihak eksternal dapat disebut sebagai tindakan kewarganegaraan yang baik.

Menurut James (1984), whistle blower dalam for-profit organization akan dikenakan pemutusan kerja. Mereka juga akan masuk dalam blacklist yang tidak mendapat surat rekomendasi. Sementara itu, dalam non-for-profit organization, whistle blower biasanya dipindahkan, diturunkan posisinya, dan tidak akan mendapat promosi.

Perilaku whistle blowing dapat terjadi sebagai akibat dari penanaman nilai yang kuat atas suatu organisasi, mencakup bagaimana dan apa nilai-nilai serta budaya yang terdapat dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh sosial dan budaya organisasi merupakan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya whistle blowing.
Contohnya : - Cynthia Cooper of Worldcom (Skandal Keuangan Perusahaan)
- Coleen Rowley of the FBI, (melaporkan bahwa pihak yang terkait dalam hal ini FBI lambat dalam bereaksi atas serangan 11 Septemeber 2001)

* Creative Accounting
Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll.

Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).
Contohnya :
1. Bonus Plan Hyphotesis
Perilaku dari seorang manajer sering kali dipengaruhi dengan pola bonus atas laba yang dihasilkan. Tindakan yang memacu para manajer untuk mealkaukan creative accounting, seringkali dipengaruhi oleh pembagian besaran bonus yang tergantung dengan laba yang akan dihasilkan. Pemilik perusahaan umumnya menetapkan batas bawah, sebagai batas terendah untuk mendapatkan bonus. Dengan teknik seperti ini, para manajer akan berusaha menaikkan laba menuju batas minimal ini. Jika sang pemilik juga menetapkan bats atas atas laba yang dihasilkan, maka manajer akan erusaha mengurangi laba sampai batas atas dan mentransfer data tersebut pada periode yang akan dating. Perilaku ini dilakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut, manajer tidak akan mendapatkan bonus lagi.

2. Debt Convenant Hyphotesis
Merupakan sebuah praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikasi perjanjian hutang. Sikap yang diambil oleh manjer atas adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya degan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya.

3. Political Cost Hyphotesis
Sebuah tindakan yang bertujuan untuk menampilkan laba perusahan lebih rendah lewat proses akuntansi. Tindakkan ini dipengaruhi oleh jika laba meningkat, maka para karyawan akan melihat kenaikan aba tersebut sebagai acuan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kenaikan gaji. Pemerintah pun melihat pola kenaikan ini sebagai objek pajak yang akan ditagih.

* Fraud Auditing
fraud auditing
Secara umum kita mengetahui bahwa “Management is responsible for establishing, maintaining and monitoring a well-balanced control environment in the Corporation”
Mungkin banyak diantara kita sudah mengetahui bahwa pada Februari 1997, ASB (Auditing Standards Board) mengeluarkan Statement on Auditing Standards (SAS) Nomor 82 yang berjudul Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit. guna mengklarifikasi tanggung jawab auditor dalam mendeteksi dan melaporkan kecurangan (fraud) yang terjadi dalam laporan keuangan. Kongkritnya tampak pada kalimat berikut ini:
Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.

Kata kuncinya adalah keyakinan memadai. Tingkat keyakinan ini jelas subjektif sifatnya namun apakah yang dimaksud dengan Fraud itu pada tingkat minimal tertentu haruslah merupakan kesepakatan bersama. Berikut ini adalah sedikit gambaran tentang Fraud.
Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.

Karakteristik Kecurangan :
Dilihat dari pelaku fraud maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :

1. Oleh pihak perusahaan, yaitu :

a. Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting).

b. Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).

2. Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Contohnya : - Penggelapan terhadap penerimaan kas
- Pencurian Aktiva perusahaan
- Mark up harga
- Transaksi tidak resmi

* Fraud Accounting
Penipuan akuntansi adalah manipulasi yang disengaja dan penyalahgunaan rekaman pendapatan atau pengeluaran dalam rangka mencapai laba operasional perusahaan agar tampil lebih baik daripada sebenarnya.

Penipuan akuntansi adalah manipulasi yang disengaja dan penyalahgunaan rekaman pendapatan atau pengeluaran dalam rangka mencapai laba operasional perusahaan agar tampil lebih baik daripada sebenarnya.

Dengan dimasukkannya pendapatan adalah metode yang paling umum dari penipuan akuntansi. Sebuah perusahaan dapat mengirimkan produk kepada pelanggan, jangan meminta orang yang tahu bahwa pelanggan mengembalikan produk setelah akhir tahun. Sementara dalam pekerjaan pengembalian, catatan dari produk perusahaan mana penjualan itu nyata. Atau perusahaan mungkin terlibat dalam saluran isian. Menawarkan produk ke distributor atau pengguna akhir yang tidak benar-benar, tapi bisnis adalah bisnis di sisi yang menyediakan insentif dan hak istimewa, apakah dealer atau pelanggan tidak menentang pengiriman cepat mengambil produk. Sebuah perusahaan juga dapat menghindari penundaan-merekam produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk pengakuan gerakan terhadap hasil penjualan tahun ini
cara lain perusahaan melakukan, penipuan akuntansi adalah hasil dari biaya pendaftaran, tidak termasuk biaya untuk amortisasi. Atau sebuah perusahaan dapat memutuskan bahwa semua biaya penjualan register dari kedua biaya penjualan selama periode waktu. Hal ini akan mengurangi marjin kotor yang lebih tinggi, tetapi persediaan dari aset perusahaan adalah produk yang tidak benar-benar dalam daftar karena mereka dikirim ke pelanggan.

Sebuah perusahaan dapat memilih untuk tidak mengambil kerugian aset yang seharusnya diakui sebagai piutang write-off, atau tidak bisa menulis, persediaan pada aturan yang lebih rendah dari biaya atau pasar. Sebuah perusahaan tidak dapat merekam semua tanggung jawab pekerjaan, begitu pula kewajiban diestimasi dalam neraca perusahaan. Manfaatnya, oleh karena itu, diperkirakan cukup tinggi.
Contohnya : - Tidak ada daftar dari biaya dibayar dimuka dan aset lainnya sehubungan
- Tidak klasifikasi aset tertentu dan kewajiban
- Mengurangi jangka pendek dan panjang dalam satu jumlah.